Sabtu, 02 Januari 2021

Amal Jama'i

Secara bahasa amal  jamai berasal dari dua kata Al amal dan Al jamai. Al amal berarti amal atau pekerjaan sedangkan Al jamai berarti jamaah atau secara bersama. Jadi secara harfiah bermakna kerjasama. Yang mana memiliki sinonim dengan organisasi atau manajemen tim.


Dalil-dalil disyariatkannya amal jamai

{وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ} [المائدة: 2]. 


 ((الْبِرُّاسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا أَمَرَ اللهُ بِهِ وَرَسُولُهُ، وَأَحَبَّهُ اللهُ وَرَسُولُهُ، مِنَ التَّحَقُّقِ بِعَقَائِدِ الدِّينِ وَأَخْلَاقِهِ، وَالْعَمَلِ بِآدَابِهِ وَأَقْوَالِهِ وَأَفْعَالِهِ، مِنَالشَّرَائِعِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ، وَمِنَ الْقِيَامِ بِحُقُوقِ اللهِ وَحُقُوقِ عِبَادِهِ، وَمِنَ التَّعَاوُنِ عَلَى الْجِهَادِ فِي سَبِيلِهِ إِجْمَالًا وَتَفْصِيلًا؛ فَكُلُّ هَذَا دَاخِلٌ فِيالتَّعَاوُنِ عَلَى الْبِرِّ


وَمِنَ التَّعَاوُنِ عَلَى التَّقْوَىالتَّعَاوُنُ عَلَى اجْتِنَابِ وَتَوَقِّي مَا نَهَى اللهُ وَرَسُولُهُ عَنْهُ مِنَ الْفَوَاحِشِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ، وَمِنَ الْإِثْمِ وَالْبَغْيِ بِغَيْرِ الْحَقِّ،وَالْقَوْلِ عَلَى اللهِ بِلَا عِلْمٍ؛ بَلْ عَلَى تَرْكِ الْكُفْرِ وَالْفُسُوقِ وَالْعِصْيَانِ)) . 


{إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ} [الأنبياء:92].


{وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا} [آل عمران:103]. {إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَىاللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ} [الأنعام:159]. 


وَأَخْرَجَ الْآجُرِيُّ فِي ((الشَّرِيعَةِ))، وَاللَّالَكَائِيُّ فِي ((أُصُولِ الِاعْتِقَادِ))، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ -رَضِيَ اللهُ عَنْهُقَالَ: ((عَلَيْكُمْ جَمِيعًا بِالطَّاعَةِوَالْجَمَاعَةِ؛ فَإِنَّهَا حَبْلُ اللهِ الَّذِي أَمَرَ بِهِ)) . 


وَأَخْرَجَ مُسْلِمٌ فِي ((صَحِيحِهِ)) عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ -رَضِيَ اللهُ عَنْهُأَنَّ النَّبِيَّ  قَالَ: ((إِنَّ اللهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلَاثًا، فَيَرْضَى لَكُمْ أَنْتَعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا، وَيَكْرَهُ لَكُمْقِيلَ وَقَالَ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ، وَإِضَاعَةَ الْمَالِ)). 


وَقَالَ : «إِنَّ الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا». 


وَيَقُولُ مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ؛ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِوَالْحُمَّى». 

وَمَعْلُومٌ أَنَّ الْبُنْيَانَ وَأَنَّ الْجَسَدَ شَيْءٌ وَاحِدٌ مُتَمَاسِكٌ، لَيْسَ فِيهِ تَفَرُّقٌ؛ لِأَنَّ الْبُنْيَانَ إِذَا تَفَرَّقَ سَقَطَ، كَذَلِكَ الْجِسْمُ إِذَا تَفَرَّقَ فَقَدَ الْحَيَاةَ؛ فَلَا بُدَّ مِنَالِاجْتِمَاعِ، وَأَنْ نَكُونَ أُمَّةً وَاحِدَةً، أَسَاسُهَا التَّوْحِيدِ، وَمَنْهَجُهَا دَعْوَةُ الرَّسُولِ ﷺ، وَمَسَارُهَا عَلَى دِينِ الْإِسْلَامِ الْعَظِيمِ.  


Potret keteladanan amal jamai di kalangan para sahabat

Perjuangan Abu Bakr radhiallahu anhu mengawal Rasulullah shallallahu alaihi wasallam saat hijrah. Banyak kisah heroik dan pengorbanan dilakukannya demi kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya.


Dalam Kitab Sirah An-Nabawiyah, dikisahkan perjuangan Abu Bakr dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika hijrah ke Madinah. Ketika Allah mengizinkan Nabi hijrah, para sahabat pun bersegera berangkat. Baik laki-laki atau perempuan, tua dan muda, dewasa maupun anak-anak, bertolak dari Mekkah menuju menuju Madinah. Mereka menempuh perjalanan 460 Km melintasi gurun yang panas dan gersang.


Ibnu Hisyam dalam kitab Shirah Nabawiyah-nya mencatat, Abu Bakr adhiallahu anhu  adalah salah seorang sahabat yang bersegera memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya untuk berhijrah. Ia meminta izin kepada Rasulullah untuk berhijrah. Namun beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Jangan terburu-buru. Semoga Allah menjadikan untukmu teman (hijrah)”. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berharap agar Abu Bakr menjadi temannya saat berhijrah menuju Madinah.


Suatu hari Jibril memberi kabar kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bahwa orang-orang Quraisy telah membulatkan tekad untuk membunuh beliau. Jibril memerintahkan agar tidak lagi menghabiskan malam di Mekkah.


Nabi shallallahu alaihi wasallam pun mendatangi Abu Bakr dan mengabarkannya bahwa waktu hijrah telah tiba untuk mereka. Aisyah radhiallahu ‘anha yang saat itu berada di rumah Abu Bakr radhiallahu anhu mengatakan, “Saat kami sedang berada di rumah Abu Bakar radhiallahu anhu , ada seorang yang mengabarkan kepada Abu Bakar kedatangan Rasulullah dengan menggunakan cadar (penutup muka). Beliau datang pada waktu yang tidak biasa”.


Kemudian beliau shallallahu alaihi wasallam meminta izin untuk masuk, dan Abu Bakr mengizinkannya. Beliau bersabda, “Perintahkan semua keluargamu untuk hijrah”. Abu Bakr menjawab, “Mereka semua adalah keluargamu wahai Rasulullah”.


Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kembali mengatakan, “Sesungguhnya aku sudah diizinkan untuk hijrah”. Abu Bakr menanggapi, “Apakah aku menemanimu (dalam hijrah) wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Iya.”


Lalu Rasulullah menunggu malam datang. Pada malam hari, Nabi keluar dari rumahnya yang sudah dikepung orang-orang kafir Quraisy. Lalu Allah menjadikan mereka tidak dapat melihat Nabi shallallahu alaihi wasallam. Saat itu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menabur debu di kepala-kepala mereka, namun mereka tidak menyadarinya.


Beliau menjemput sahabat Abu Bakr yang saat itu itu sedang tertidur. Abu Bakr pun menangis bahagia, karena menemani Rasulullah berhijrah. Aisyah radhiallahu anha mengatakan, “Demi Allah! Sebelum hari ini, aku tidak pernah sekalipun melihat seseorang menagis karena berbahagia. Aku melihat Abu Bakr menangis pada hari itu”. Perjalanan berat yang mempertaruhkan nyawa itu, Abu Bakr sambut dengan tangisan kebahagiaan.


Sembunyi di Gua Tsur


Dalam perjalanan hijrah ke Madinah, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan Abu Bakr bersembunyi di sebuah gua yang dikenal dengan nama Gua Tsur atau Tsaur. Gua Tsur adalah gua berada di puncak Jabal (bukit) Tsur Kota Makkah, berjarak terletak sekitar 7 Km dari Masjidil Haram. Nabi dan Abu Bakr sembunyi di Gua Tsur untuk menghindari kejaran kafir Quraisy.


Ketika sampai di mulut gua, Abu Bakr berkata, “Demi Allah, janganlah Anda masuk ke dalam gua ini sampai aku yang memasukinya terlebih dahulu. Kalau ada sesuatu (yang jelek), maka akulah yang mendapatkannya bukan Anda”.


Abu Bakr masuk kemudian membersihkan gua tersebut. Setelah itu, Abu Bakr tutup lubang-lubang di gua dengan kainnya karena ia khawatir jika ada hewan yang membahayakan Rasulullah keluar dari lubang-lubang tersebut; ular, kalajengking. Hingga tersisalah dua lubang, yang nanti bisa ia tutupi dengan kedua kakinya.


Setelah itu, Abu Bakr mempersilakan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam masuk ke dalam gua. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun masuk dan tertidur di pangkuan Abu Bakr. Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam istirahat, tiba-tiba seekor hewan menggigit kaki Abu Bakr. Ia menahan dirinya untuk tidak bergerak menahan gigitan hewan itu (riwayat lain menyebut seekor ular). Abu Bakr berusaha sekuat tenaga menahan sakit karena tidak ingin membangunkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dari istirahatnya.


Namun, Abu Bakr adalah manusia biasa. Rasa sakit akibat sengatan hewan itu membuat air matanya menetes dan terjatuh di wajah Rasulullah. Sang kekasih Allah pun terbangun, kemudian bertanya, “Apa yang menimpamu wahai Abu Bakr?” Abu Bakr menjawab, “Aku disengat sesuatu”. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengobatinya. Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam mengobati Abu Bakar dengan ludah beliau.


Melindungi Nabi shallallahu alaihi wasallam dari Teriknya Matahari


Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Abu Bakr menceritakan hijrahnya bersama Nabi shallallahu alaihi wasallam. “Kami berjalan siang dan malam hingga tibalah kami di pertengahan siang. Jalan yang kami lalui sangat sepi, tidak ada seorang pun yang lewat. Aku melemparkan pandangan ke segala penjuru, apakah ada satu sisi yang dapat kami dijadikan tempat berteduh.


Akhirnya, pandanganku terhenti pada sebuah batu besar yang memiliki bayangan. Kami putuskan untuk istirahat sejenak di sana. Aku ratakan tanah sebagai tempat istirahat Nabi shallallahu alaihi wasallam, lalu kuhamparkan sehelai jubah kulit dan mempersilahkan beliau untuk tidur di atasnya. Istirahatlah wahai Rasulullah. Beliau pun beristirahat.


Setelah itu, aku melihat keadaan sekitar. Apakah ada seseorang yang bisa dimintai bantuan. Aku pun bertemu seorang penggembala kambing yang juga mencari tempat untuk berteduh. Aku bertanya kepadanya, “Wahai anak muda, engkau budaknya siapa?” Ia menyebutkan nama tuannya, salah seorang Quraisy yang kukenal. Aku bertanya lagi, “Apakah kambing-kambingmu memiliki susu?” “Iya.” Jawabnya. “Bisakah engkau perahkan untukku?” pintaku. Ia pun mengiyakannya. Setelah diperah. Aku membawa susu tersebut kepada Nabi dan ternyata beliau masih tertidur. Aku tidak suka jika aku sampai membuatnya terbangun.


Saat beliau terbangun aku berkata, “Minumlah wahai Rasulullah”. Beliau pun minum susu tersebut sampai aku merasa puas melihatnya.


Mengawal Rasulullah shallallahu alaihi wasallam Selama Perjalanan


Diriwayatkan al-Hakim dalam Mustadrak-nya dari Umar bin al-Khattab, ia menceritakan. Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan Abu Bakr keluar dari gua. Abu Bakr terkadang berjalan di depan Rasulullah dan terkadang berada di belakang beliau. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun menanyakan perbuatan Abu Bakar itu. Abu Bakar menjawab, “Wahai Rasulullah, kalau aku teringat orang-orang yang mengejar (kita), aku berjalan di belakang Anda, dan kalau teringat akan pengintai, aku berjalan di depan Anda”.


Apa yang dilakukan Abu Bakr ini menunjukkan kecintaan beliau yang begitu besar kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam. Ia tidak ingin ada sedikit pun yang mengancam jiwa Nabi. Jika ada mara bahaya menghadang, ia tidak ridha kalau hal itu lebih dahulu menimpa Nabi shallallahu alaihi wasallam.


Demikianlah kisah indah Abu Bakr bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Rasulullah ingin bersama Abu Bakr ketika hijrah dan Abu Bakr pun sangat mencintai Rasulullah. Inilah kecocokan ruh sebagaimana disabdakan Nabi: “Ruh-ruh itu bagaikan pasukan yang berkumpul (berkelompok). Jika mereka saling mengenal maka mereka akan bersatu, dan jika saling tidak mengenal maka akan berpisah (tidak cocok).” (HR Bukhari dan Muslim)


Dalam satu hadis, Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah memuji Abu Bakr: “Sesungguhnya orang yang paling besar jasanya padaku dalam persahabatan dan kerelaan mengeluarkan hartanya adalah Abu Bakr. Andai saja aku diperbolehkan mengangkat seseorang menjadi kekasihku selain Rabbku, pastilah aku akan memilih Abu Bakr, namun cukuplah persaudaraan seislam dan kecintaan karenanya. Maka tidak tersisa pintu masjid kecuali tertutup selain pintu Abu Bakr saja.” (HR Al-Bukhari)


PERANG KHANDAQ 

Menurut pendapat jumhur Ulama, perang Khandaq terjadi pada bulan Syawwal tahun lima hijriyah dan sebagian Ulama yang lain menyebutkan bahwa peperangan ini berkecamuk pada bulan Syawwal tahun keempat hijriyah. Al-Baihaqi memandang bahwa pada dasarnya kedua pendapat ini tidak beda. Karena yang berpendapat perang ini terjadi pada tahun ke-4 maksudnya empat tahun setelah Rasûlullâh hijrah ke Madinah dan sebelum tahun ke-5 berakhir.


PEMICU PERANG : 

Pemicu perang Khandaq ini dendam lama orang-orang Yahudi yang di usir oleh Rasûlullâh dari Madinah dalam perang Bani Nadhir. Mereka diusir karena mereka menghianati perjanjian yang dibuat dengan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejumlah tokoh Yahudi Bani Nadhir dan Bani Wa’il seperti Sallam bin abil Huqaiq, Hayyi bin Akhtab, Kinanah bin abil Huqaiq, Hauzah bin Qais al-Wa’iliy dan Abu Ammar al-Wa’iliy berangkat ke Mekah untuk mengajak kaum musyrikin Quraisy memerangi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Mereka berjanji, “Kami akan bersama kalian berperang sampai berhasil menghancurkan kaum Muslimin.” Mereka juga meyakinkan kaum Quraisy dengan mengatakan, “Agama kalian itu lebih baik daripada agama Muhammad.” Tentang orang-orang inilah, Allâh Azza wa Jalla turunkan firman-nya : 


أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَٰؤُلَاءِ أَهْدَىٰ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلًا 

Apakah kamu tidak memperthatikan orang orang yang diberi bagian dari kitab, mereka mengimani sesembahan selain Allâh dan thagut, serta mengatakan kepada orang kafir(musyrik Mekah) bahwa jalan mereka lebih benar dari pada orang orang beriman. [An-Nisâ’/4:51] 


Setelah sepakat dengan kaum Quraisy, tokoh tokoh Yahudi ini mendatangi suku Gathafan. Dalam pertemuan dengan tokoh Gathafan mereka mencapai dua kesepakatan : 

  1. Suku Gathafan bersedia mengirim pasukan sebanyak-banyak untuk bergabung dengan pasukan sekutu menyerang kaum Muslimin. 
  2. Sebagai imbalannya, kaum Yahudi akan menyerahkan hasil panen kurma Khaibar kepada suku Gathafan selama setahun penuh.


KEKUATAN PASUKAN 

Berkat kegigihan para tokoh Yahudi Bani Nadhir dan Wa’il menggalang dukungan, akhirnya sebuah pasukan sekutu berkekutan sangat besar pun terbentuk. Ibnu Ishâq menyebutkan bahwa jumlah pasukan sekutu adalah sepuluh ribu pasukan yang terdiri dari kaum musyrik Quraisy, qabilah Gathafan beserta qabilah-qabilah yang ikut bergabung bersama mereka. Oleh karena pasukan orang-orang kafir ini terdiri dari berbagai kelompok, maka peperangan ini disebut juga dengan perang Ahzâb (beberapa kelompok). Komando tertinggi dipegang oleh Abu sufyan. Sementara pasukan kaum Muslimin hanya berjumlah tiga ribu saja dan bisa jadi jumlah musuh melebihi jumlah seluruh Madinah kala itu. 


PERSIAPAN KAUM MUSLIMIN DI MADINAH 

Ketika berita persekongkolan dan rencana busuk orang-orang kafir ini sampai ke Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung meresponnya dengan melakukan persiapan. Diantara persiapan itu adalah :


1. Musyawarah 

Diantara kebiasaan Rasûlullâh yaitu mengajak para sahabat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bermusyawarah tentang hal-hal yang tidak ada wahyunya dari Allâh, baik berkaitan dengan peperangan atau yang semisalnya. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta pendapat para sahabat tentang strategi dalam perang ini. Salah seorang shahabat yang bernama Salmân al-Farisy mengusulkan agar kaum Muslimin menggali khandaq (parit) di sebelah utara Madinah yang merupakan satu satunya jalan terbuka yang bisa di lewati musuh apabila ingin memasuki kota Madinah. Ide brilian Salman Radhiyallahu anhu ini disetujui oleh Rasûlullâh dan para sahabat lainnya. Setelah mencapai kata mufakat, akhirnya penggalian khandaq (parit) pun dimulai. Inilah penggalian parit pertama dalam sejarah Arab. 


2. Menggali Parit 


Setelah sepakat untuk menggali parit sesuai usul Salmân al-Fârisiy, kaum Muslimin pun bergegas untuk melaksanakannya. Parit yang diharapkan bisa memisahkan kaum Muslimin dengan musuh ini terus dikebut pengerjaannya supaya bisa selesai sebelum musuh datang ke Madinah. Para Ulama ahli sirah berbeda pendapat tentang waktu yang dibutuhkan untuk penggalian parit ini, berkisar antara enam sampai dua puluh empat hari.

Para shahabat sangat bersemangat dan antusias menggali parit karena Rasûlullâh juga ikut bersama mereka dan tidak jarang mereka meminta bantuan Rasûlullâh untuk memecahkan batu batu besar yang tidak sanggup mereka pecahkan. Untuk memompa semangat para shahabat, Rasûlullâh berkali kali melantunkan sya’ir yang kemudian dijawab oleh para shahabat. Seorang shahabat al-Barrâ` bin Azib bercerita, “Pada waktu perang Ahzâb atau Khandaq, aku melihat Rasûlullâh mengangkat tanah parit, sehingga debu-debu itu menutupi kulit beliau dari (pandangan) ku. Saat itu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersenandung dengan bait-bait syair yang pernah diucapkan oleh Ibnu Rawâhah, sambil mengangkat tanah beliau bersenandung :

 

اللّهُمَّ لَوْلَا أنت مَا اهْتَدَيْنَا وَلَا تَصَدّقْنَا وَلَا صَلّيْنَا فَأَنْزِلَنْ سَكِينَةً عَلَيْنَا وَثَبّتْ الْأَقْدَامَ إنْ لَاقَيْنَا إنّا الألى قد بَغَوْا عَلَيْنَا وَإِنْ أَرَادُوا فِتْنَةً أَبَيْنَا 

Ya Allah, seandainya bukan karena-Mu, maka kami tidak akan mendapatkan petunjuk, tidak akan bersedekah dan tidak akan melakukan shalat, Maka turunkanlah ketenangan kepada kami, serta kokohkan kaki-kaki kami apabila bertemu dengan musuh. Sesungguhnya orang-orang musyrik telah berlaku semena-mena kepada kami, apabila mereka menghendaki fitnah, maka kami menolaknya.’ Beliau menyenandungkan bait-bait itu sambil mengeraskan suara diakhir.”


Mendengar Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melantunkan bait syair, para shahabat pun tidak mau tertinggal. Mereka mengatakan: 

نَحْنُ الَّذِيْنَ بَايَعُوْا مُحَمَّداً عَلَى اْلِإسَلاَمِ مَابَقَيْنَا أَبَداً 

Kami adalah orang-orang yang telah berbaiat kepada Muhammad untuk setia kepada Islam selama kami masih hidup Ucapan ini di jawab oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan do’a : 

اللَّهُمَّ إِنَّهُ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُ الآخِرَةِ فَبَارِكْ فِي الأَنْصَارِ وَ الْمُهَاجِرَةِ 

Ya, Allah sesungguhnya tiada kebaikan kecuali kebaikan akhirat maka berikanlah berkah kepada kaum Anshâr dan Muhajirin


Demikianlah semangat kaum Muslimin ketika menggali parit yang bisa diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat untuk ukuran saat itu, dengan berbagai kendalaseperti kekurangan peralatan, kurang makanan, cuaca Madinah yang sangat dingin ditambah lagi dengan sikap orang-orang munafiq yang terus berusaha mengikis semangat para shahabat.


Meskipun demikian, semangat yang didasari iman yang kuat membuat mereka tidak pernah surut membela agama Allâh dan Rasul-Nya. Pasca penggalian parit Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar para wanita dan anak kecil ditempatkan di salah satu benteng terkuat di Madinah milik Bani Haritsah dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjuk Abdullah bin Ummi maktum  untuk menggantikannya di Madinah selama peperangan. Kemudian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai menyusun setrategi untuk menghadapi musuh. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh para shahabat untuk membelakangi gunung Sila’, menghadap khandaq yang sekaligus sebagai penghalang mereka dari pasukan sekutu.


PELAJARAN DARI KISAH 

Keteladan dan contoh yang baik dari para generasi terbaik dalam menjalankan Fungsi Manajemen yang terdiri atas 4 fungsi utama yang dikenal dengan istilah POAC, yaitu :
  1. Planning (fungsi perencanaan): yaitu di syari’atkan untuk musyawarah demi mencari ide terbaik dalam perkara penting yang tidak ada nashnya dari wahyu.
  2. Organizing (fungsi pengorganisasian): Sebagaimana para shahabat yang terus semangat menggali parit bersama Rasûlullâh meski mereka sangat lapar.
  3. Actuating / Directing (pengarahan): Ketauladan dan contoh yang baik dari seorang pemimpin sangat mempengaruhi pengikutnya.
  4. Controlling (pengendalian): para shahabat yang terus mengikuti sop/petunjuk dari Rasûlullâh.

Kamis, 10 September 2020

Contoh Ungkapan Takziah

Jika laki-laki maka mengucapkan sebagai berikut:

 السلام عليكم ورحمة الله وبركاته.

إنا لله وإنا إليه راجعون.

Turut berduka cita dan berbelasungkawa atas wafatnya (.....) antum

رحمه الله رحمة واسعة وغفر الله له واسكنه فسيح جناته.

أَعْظَمَ اللهُ أَجْرَكَم وَأَحْسَنَ عَزَاءَكَم وَغَفَرَ لمَيِّتِكَم

“Semoga Allah memperbesar pahala kamu, dan menjadikan baik musibahmu, dan mengampuni jenazah kamu.”

إِنَّ لِلهِ تَعَالى مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمَّى فَتَصْبرْوا وَتَحْتَسِبْوا

“Sesungguhnya Allah maha memiliki atas apa yang Dia ambil dan Dia berikan. Segala sesuatu mempunyai masa-masa yang telah ditetapkan di sisi-Nya. Maka hendaklah kamu bersabar dan memohon pahala (dari Allah).”


Jika perempuan maka mengucapkan sebagai berikut:

 السلام عليكم ورحمة الله وبركاته.

إنا لله وإنا إليه راجعون.

Turut berduka cita dan berbelasungkawa atas wafatnya (.....) antum

رحمها الله رحمة واسعة وغفر الله لها واسكنها فسيح جناته.

أَعْظَمَ اللهُ أَجْرَكَم وَأَحْسَنَ عَزَاءَكَم وَغَفَرَ لمَيِّتتِكَم

“Semoga Allah memperbesar pahala kamu, dan menjadikan baik musibahmu, dan mengampuni jenazah kamu.”

إِنَّ لِلهِ تَعَالى مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمَّى فَتَصْبرْوا وَتَحْتَسِبْوا

“Sesungguhnya Allah maha memiliki atas apa yang Dia ambil dan Dia berikan. Segala sesuatu mempunyai masa-masa yang telah ditetapkan di sisi-Nya. Maka hendaklah kamu bersabar dan memohon pahala (dari Allah).”

Rabu, 30 Januari 2019

Biografi Syaikh Abdurrahman bin Nashir Al-Barrak Hafizhahullah


Nama dan Keturunan:

Abdurrahman bin Nashir bin Barrak bin Ibrahim Al-Barrak, nasab beliau kembali kepada Alu Urainah yang merupakan sub-qabilah Subaie dari Al Mudhriyah dari Al Adnaniyah.

Kunyah Beliau: Abu Abdullah


Kelahiran Dan Pertumbuhan Beliau:


Syaikh dilahirkan pada tahun 1352 AH di kota Bukairiyah, Provinsi Qassim. Ayah beliau meninggal sejak kecil sehingga beliau tidak mengenalinya, dan beliau memperoleh sebaik-baik pendidikan dari ibunya. Qadarullah pada umur sembilan tahun beliau terserang penyakit yang menyebabkan beliau kehilangan penglihatan.

Riwayat Menuntut Ilmu Dan Guru-Guru Beliau:


Syaikh mulai menuntut ilmu sejak kecil, lalu menghafal Alquran pada umur sekitar dua belas tahun. Beliau mulai membaca kitab ke beberapa kerabatnya kemudian kepada qari negeri pada waktu itu yaitu Syaikh Abdurrahman bin Salim Alkuraidis, dan menuntut ilmu di daerahnya melalui Syaikh Muhammad bin Muqbil hakim Bukairiyah dan Syekh Abdul Aziz bin Abdullah Assubail (hakim Bukairiyah, pakar, dan alim setelah Syaikh beliau Ibnu Muqbil.

Kemudian beliau banyak melakukan perjalanan ke Makkah dan ia tinggal disana beberapa tahun. Membaca (kitab) kepada Syaikh Abdullah bin Muhammad Al Khulaifi (Imam Masjidil Haram) dan disana bertemu dengan seorang lelaki yang terhormat diantara murid senior Al Allamah Muhammad bin Ibrahim yaitu Syaikh Saleh bin Hussein Al Iraqi. Kemudian pada tahun 1369 berangkat bersama dengan Syaikh Al Iraqi mendatangi Syekh Ibnu Baz sewaktu beliau menjabat hakim di kota Dilam, dan tinggal menuntut ilmu kepada Syaikh Ibnu Baz hampir dua tahun. Selama berguru kepada syaikh Ibnu Baz banyak memberi pengaruh yang besar dalam karir ilmiahnya.

Jenjang Akademik:


Syaikh kemudian masuk belajar di Ma’had Ilmi di kota Riyadh ketika dibuka pada 01/01/1371 H. Kemudian selesai dari ma’had tersebut dan masuk belajar di fakultas syariah pada tahun 1378 H. Diantara masyaikh beliau yang paling menonjol di Ma’had Ilmi ialah Al Allamah Muhammad Al Amin Asysyinqiti rahimahullah, mengajar beliau tafsir dan ushul fiqh. Dan Al Allamah Abdul Razzaq Afifi rahimahullah mengajar beliau tauhid, nahwu dan ushul fiqh dan masyaikh yang lainnya rahimahumullah. Beliau juga menghadiri beberapa durus Al Allamah Muhammad Bin Ibrahim Alu Syaikh.
Diantara masyaikh yang paling penting dan paling berperan dalam mempengaruhi kepribadiannya adalah Al Allamah Al Imam Abdul Aziz Bin Baz rahimahullah, dimana beliau mengambil faidah lebih dari 50 tahun dimulai sejak tahun 1369 H ketika Al Imam Ibnu Baz di kota Dilam sampai wafat beliau pada tahun 1420 H. Kemudian dari Syaikh Al Iraqi beliau mengambil faidah tentang kecintaan kepada dalil dan meninggalkan taklid, mempertajam ilmu lughah, nahwu, sharaf dan arudh.

Hafalan Beliau:


Syaikh menghafal Al-Quran, Bulughul Maram, Kitab Tauhid, Kasyfu Asyubuhat, Al Ushulu Atssalatsah, Syurutu Assholah, Al Ajurumiyah, Qatrunnada, Alfiyah Ibnu Malik dan lain-lain.
Syaikh sangat menekankan membahas matan-matan seperti Attadmuriyah, Syarh Atthohawiyah bahkan berulang-ulang hingga tidak terhitung lagi berapa kali beliau mensyarahnya. Juga dibacakan kepada beliau kitab Zad Almustaqni di masjid dan di kampus bersama mutun lainnya.

Pekerjaan Beliau:


Syaikh pernah bekerja sebagai guru di Ma’had Ilmi di kota Riyadh selama tiga tahun dari tahun 1379 H hingga tahun 1381 H.
Kemudian beliau pindah mengajar di Fakultas Syariah di Riyadh.
Ketika dibuka Fakultas Ushuluddin beliau berpindah dan dan bekerja sebagai dosen pada jurusan Aqidah sampai beliau pensiun pada tahun 1420 H.
Dan menjadi pembimbing bagi puluhan karya imiah thesis S2 dan disertasi S3.
Setelah pensiun kampus ingin memperpanjang kontrak beliau tetapi beliau menolak.
Syaikh Ibnu Baz mengajak beliau berkali-kali untuk masuk di Lajnah Daimah (Dewan Fatwa Kerajaan Arab Saudi) tetapi beliau menolak. Syaikh Ibnu Baz menunjuk beliau sebagai wakil mufti di Dewan Fatwa di Riyadh pada musim panas ketika mufti pindah ke kota Taif, beliau memenuhi permintaan Syaikh dengan penuh kerendahan hati, dan beliau menyanggupi selama dua periode lalu setelah itu mengundurkan diri.
Setelah wafatnya Syekh Ibnu Baz rahimahullah, Mufti Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh hafizhahullah meminta beliau menjadi anggota Dewan Fatwa bahkan mendesak beliau tetapi beliau menolak dengan alasan khawatir menyebabkan putusnya durus di masjid beliau.

Kesungguhan Beliau Dalam Penyebaran Ilmu:



Syaikh mengajar di masjid Al Khulaifiy di kompleks Al Faruq sekaligus beliau bertugas sebagai Imam masjid. Kebanyakan durus beliau di masjid tersebut dan juga mengajar murid-murid khusus beliau di rumah beliau. Beliau juga memiliki durus di masjid-masjid lainnya. Disamping itu banyak juga mengisi daurah ilmiah yang diadakan di musim panas, mengisi ceramah-ceramah di kota Riyadh, dan di daerah-daerah lainnya di Arab Saudi. Durus pekanan beliau lebih dari dua puluh durus yang terdiri dari berbagai cabang ilmu syariah. Syaikh juga mengajarkan ilmu lainnya seperti lughah, mantiq, dan balaghah.
Murid-Murid Beliau:


Murid-murid Syaikh sangat banyak hingga tidak terhitung lagi, dan kebanyakan dari mereka adalah dosen dan du’at terkenal, dan lain-lainnya yang mendapatkan manfaat dari Syaikh secara umum dan secara khusus. Banyak juga penuntut ilmu dari luar negeri mengikuti pelajaran Syaikh secara live via online dari situs Islamlight.

Amar Ma’ruf Nahi Munkar Beliau:



Syaikh dikenal memiliki perhatian besar dalam amar ma’ruf nahi munkar, menasihati dan menyurati penguasa dan memperingatkan orang-orang dari bid’ah dan berbagai kesesatan dan penyimpangan lainnya. Fatwa-fatwa beliau banyak yang mengamalkannya.

Perhatian Beliau Dalam Urusan Kaum Muslimin:


Syaikh hafizhahullah sangat perhatian terhadap urusan umat Islam di seluruh penjuru dunia dan beliau banyak bersedih dengan kondisi umat Islam. Diantara bentuk kelembutan beliau adalah perhatian terhadap apa yang terjadi di berbaai belahan negara dan senantiasa mengikuti peristiwa yang terjadi terutama di saat krisis beliau melakukan qunut dan berdoa bagi mereka dalam sholat, mendoakan kehancuran musuh-musuh mereka. Beliau memiliki banyak fatwa yang tersebar di mana-mana dalam masalah kontemporer kaum muslimin.

Zuhud dan Wara’ Beliau:


Syaikh sangat zuhud dari ketenaran, popularitas, dan menyombongkan diri. Kerendahan hati beliau sangat menakjubkan, kesederhanaan yang tiada batasnya, dan sedikit makan, pakaian, kendaraan, rumah, hal ini dapat diketahui dari semua orang yang melihat beliau dan berinteraksi dengan beliau. Dan diantara bentuk kerendahan hati beliau adalah ketelitian beliau dalam mengumpulkan dalil: kajian yang luas dan makrifat tentang perkataan salaf dan khalaf, maklumat yang sangat kuat dalam berbagai bidang ilmu, hafalan dalil-dalil, pikiran yang bijaksana dan berbobot, pengetahuan tentang alasan pendalilan khalaf dan kemampuan yang menakjubkan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang diperselisihkan. Kaset dan durus beliau menjadi saksi terbaik dalam hal ini. Seandainya kaset-kaset rekaman durus beliau ditranskrip bersama komentar murid-murid beliau yang bertemu dengan beliau maka niscaya orang-orang akan takjub dengan beliau.
Syaikh sangat menonjol dalam ilmu aqidah, memiliki sifat dermawan, dan beliau menjadi salah satu rujukan penting disaat sekarang.

Pujian Masyaikh Kepada Beliau:


Banyak masyaikh yang memuji beliau, bahkan kita tidak menemukan masyaikh yang mengenalnya melainkan mereka memujinya. Diantaranya:
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah pernah suatu ketika memuji Syaikh Al Barrak dengan mengatakan bahwa beliau adalah seorang yang luar biasa. Dan Syaikh Ibnu Baz dalam urusan fatwa biasa mewakilkan kepada beliau dan beliau juga merupakan murid kepercayaan Syaikh Bin Baz.
Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid hafizhahullah pernah bertanya kepada Al Allamah Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah di akhir-akhir hayat beliau, kepada siapa kita bertanya setelah anda wahai Syaikh? Lalu Syaikh Al Utsaimin memuji Syaikh Abdurrahman Al Barrak kemudian Syaikh Sholih Al Fauzan hafizhahullah dan selanjutnya beliau menganjurkan untuk meminta fatwa kepada kedua syaikh tersebut.

Karya-Karya Ilmiah Beliau


Telah diketahui bahwa syaikh tidak banyak menulis disebabkan udzur beliau dan kesibukan mengajar. Akan tetapi syaikh memiliki durus yang banyak dan tersedia dalam bentuk rekaman misalnya:
1. Muqaddimah fi ilmi al aqidah
2. Syarah alushulutstsalatsah
3. Syarah al qawaid al arba’ah
4. Syarah kitaubuttauhid
5. Syarah kitab kalimuatul ikhlash li ibni rajab
6. Syarah haaiyah ibnu abi daud
7. Syarah masail jahiliah
8. Syarah al aqidah aththohawiyah
9. Syarah al aqidah al wasithiyah
10. Syarah mujarrad lawami’ al anwar fi aqaid ahli atsar li ibni syakr asyafi’iy
11. Syarah kitab umdatul ahkam (kitab aththoharah)
12. Syarah aqidah ashabul hadits
13. Mulhatu al’irob
14. Dan masih banyak yang lainnya, dan juga yang tidak direkam

Transkrip Beliau Yang Telah Diterbitkan:


1. Jawab fi al iman wanawaqidhihi terbitan darul muhaddits
2. Syarah attadmuriah terbitan dar isbiliya
3. Syarah al wasithiyah terbitan dar attadmuriyah


Semoga Allah memberkahi umur syaikh, dan menambahkan orang-orang yang mengumpulkan imu dan fatwa beliau. Karena sesungguhnya ilmu beliau dibangun diatas dalil-dalil, ketelitian dan keterperincian -nahsabuhu kadzalik wa la nuzakki alallahi-. Dan kita memohon kepada Allah agar memanjangkan umur beliau, memberi kesehatan, ketaqwaan dan manfaat kepada kaum muslimin dengan ilmu beliau.


Sumber:
Diterjemahkan dari situs beliau:
http://albarrak.islamlight.net/index.php?

Minggu, 27 Maret 2016

Dakwah Muhammad bin Abdul Wahab

Dakwah salafiyah adalah dakwah yang menyeru kaum muslimin untuk kembali kepada Islam sesuai dengan manhaj salaf shalih. Di bidang ini dakwah yang digawangi oleh Syaikh Ibnu Abdul Wahab merupakan motor utama bagi gerakan-gerakan perbaikan yang lahir pasca kemunduran dan kemandekan pemikiran di dunia Islam. 
Dakwah ini menyeru kaum muslimin untuk kembali kepada akidah Islam yang shahih dengan menimbanya dari sumbernya yang jernih. Dakwah ini berupaya membersihkan kemurnian tauhid dari noda-noda syirik yang mengotorinya. 
Dakwah ini bukan madzhab baru dan bukan manhaj bid’ah, karena ia hanya melanjutkan dan meneruskan dakwah salafiyah yang lahir sebelumnya. Dakwah ini adalah dakwah yang berupaya membuka jalan salaf shalih di depan mata kaum muslimin sehingga mereka mengetahuinya dan selanjutnya menitinya. 
Pendiri 
Dakwah ini lahir di tangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab at-Tamimi an-Najdi, 1115 – 1206 H. Syaikh lahir di kota al-Uyainah yang dekat dengan Riyadh. Ayahnya adalah guru pertamanya, kepadanya Syaikh belajar dasar-dasar madzhab Hanbali, tafsir dan hadits. Syaikh telah hafal al-Qur`an dalam usia sepuluh tahun. Syaikh berangkat ke Makkah untuk beribadah haji, di sana Syaikh belajar dari ulama-ulamanya. Kemudian Syaikh pindah ke Madinah, di sini Syaikh bertemu dengan Syaikh Muhammad Hayat as–Sindi yang selanjutnya menjadi guru baginya, di samping Syaikh belajar kepada Syaikh Abdullah bin Ibrahim Alu Saif. 
Syaikh berangkat ke Irak, di sana Syaikh belajar dari ulamanya di kota Bashrah dan Baghdad. Syaikh meninggalkan Bashrah ke al-Ahsa` kemudian ke Huraimala` mengikuti ayahnya yang seorang hakim yang pindah karena tuntutan pekerjaan. Di kota ini Syaikh mulai menebarkan dakwah tauhidnya sekalipun tidak berlangsung lama karena konspirasi sebagian kalangan untuk membunuh Syaikh. 
Syaikh pindah ke al-Uyainah, dia menyampaikan dakwahnya kepada Amirnya Usman bin Ma’mar. Bersama Amir ini Syaikh mulai menghancurkan kubah-kubah yang dibangun di atas kuburan dan menegakkan hukum rajam atas seorang wanita yang berzina dan mengakui perbuatannya. 
Amir al-Ahsa` Urai’ir bin Dujain mengirim surat kepada Amir al-Uyainah yang berisi perintah untuk membunuh Syaikh, sebagaimana orang-orang buruk yang tidak menyukai dakwah Syaikh mengadukan Syaikh ke Ibnu Ma’mar, maka Ibnu Ma’mar meminta Syaikh untuk meninggalkan negerinya ke mana Syaikh suka. 
Syaikh hijrah ke ad-Dir’iyah, wilayah dibawah kepemimpinan Alu Suud, Syaikh singgah sebagai tamu pada seorang laki-laki Muhammad bin Suwailim al-Uraini, di sini para penuntut ilmu berkumpul kepada Syaikh dan memuliakannya. 
Amir Muhammad bin Suud yang berkuasa pada masa itu mendengar kedatangan Syaikh ke wilayahnya, maka dia menemui Syaikh dan menyambutnya. Amir Ibnu Suud berjanji kepada Syaikh untuk memberikan perlindungan dan dukungan. 
Di antara percakapan yang terjadi di antara kedua: 
Amir Ibnu Suud berkata, “Bergembiralah dengan negeri kebaikan dan bergembiralah dengan kemuliaan dan perlindungan.” 
Syaikh berkata, “Bergembiralah dengan kemuliaan dan kekuasaan. Ini adalah kalimat la ilaha illalllah, siapa yang memegangnya, mengamalkannya dan mendukungnya maka dia akan menguasai negeri dan manusia, ia adalah kalimat tauhid, ia adalah dakwah semua rasul dan Allah akan mewariskan bumi ini kepada kaum muslimin.” 
Kemudian Amir meletakkan dua syarat: 
  1. Hendaknya Syaikh tidak meninggalkannya dan mencari pendukung lain. 
  1. Hendaknya Syaikh tidak melarangnya untuk mengambil pada saat panen apa yang sudah biasa diambil dari penduduk ad-Dir’iyah. 
Syaikh menjawab tentang syarat yang pertama, “Berikan tanganmu, aku membaiatmu. Darah dengan darah dan kematian dengan kematian.” 
Syaikh menjawab tentang syarat kedua, “Semoga Allah memberikan ganti kepadamu melalui harta rampasan yang kamu peroleh melalui beberapa penaklukan.” 
Syaikh dengan dukungan Amir menyebarkan dakwah tauhid di seantero Nejed. Ketika Amir Muhammad bin Suud wafat, dia digantikan oleh anaknya Abdul Aziz bin Muhammad yang tetap mendukung Syaikh menyebarkan dakwahnya sampai Syaikh wafat di ad-Dir’yah dan di sana Syaikh dimakamkan. 
Syaikh meninggalkan karya-karya dalam jumlah besar, di antaranya adalahKitab at-Tauhid, Kitab al-Iman, Kasyf asy-Syubuhat, Adab al-Masyi ila ash-Shalah, Masa`il al-Jahiliyahdan lain-lainnya. 
Tokoh-tokoh 
Pasca wafatnya Syaikh, dakwah tauhid ini diusung dan diteruskan oleh para ulama yang merupakan murid-murid Syaikh yang berjumlah besar, di antara mereka adalah: 
Suud bin Abdul Aziz bin Muhammad, putra mahkota di masanya, dia adalah murid yang selalu mendampingi Syaikh dan belajar darinya. 
Anak-anak Syaikh, Husain bin Muhammad bin Abdul Wahab, hakim negeri ad-Dir’iyah. Ali bin Muhammad, seorang ulama besar yang menolak pengangkatannya sebagai hakim. Abdullah bin Muhammad, hakim ad-Dir’iyah di zaman Amir Suud bin Abdul Aziz bin Muhammad. Ibrahim bin Muhammad, seorang ulama mulia sekaligus peneliti cermat. 
Abdurrahman bin Khamis, imam istana Alu Suud di ad-Dir’iyah dan hakim di masa Raja Abdul Aziz dan putranya Raja Suud. 
Husain bin Ghannam, penulisRaudhatul Afkar, seorang ulama yang berilmu luas. Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahab, belajar kepada kakeknya, mengajar dan menjadi hakim, penulis kitabFathul Majid Syarh Kitab at-Tauhid. 
Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahab, dibunuh oleh Ibrahim Basya pasca jatuhnya ad-Dir’iyah. Penulis kitabTaisir al-Aziz al-Hamid fi Syarh Kitab at-Tauhid 
Syaikh Allamah Muhammad bin Ibrahim, wafat tahun 1389 H, salah seorang cucu Syaikh, mufti umum Kerajaan Saudi Arabiah dan kepala para hakim di zamannya, terkenal dengan ilmunya yang luas, hafalannya yang kuat dan pandangan-pandangannya yang jauh ke depan, terkenal dengan ibadahnya, kebersihan dan kemurahan hatinya, di samping itu dia sangat disegani oleh para penguasa. 
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Babathin, ulama besar yang dijuluki dengan Mufti ad-Diyar an-Najdiyah, wafat tahun 1282 H. 
Di antara tokoh dakwah ini adalah Mufti Kerajaan Saudi Arabiah sebelum ini, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. 
Pemikiran dan Keyakinan 
  1. Syaikh Ibnu Abdul Wahab bermadzhab Hanbali, namun dia tidak memegangnya dengan ta'ashub, jika ada dalil yang menurutnya rajih, maka dia mengikuti dalil dan meninggalkan madzhabnya. Hal ini memberi warna kepada dakwahnya, yaitu mengikuti dalil selaras dengan manhaj salaf shalih. 
  1. Dakwah ini menekankan kewajiban rujuk kepada al-Qur`an dan sunnah dengan pemahaman salaf shalih dan berupaya menghidupkan apa yang tergerus dari akidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. 
  1. Dakwah ini menyeru kaum muslimin untuk memurnikan akidah tauhid dan membersihkannya dari kotoran syirik dengan meneladani kaum muslimin angkatan pertama. 
  1. Menetapkan pemahaman yang shahih dalam tauhid Asma` was Shifat sesuai dengan manhaj salaf shalih, yaitu menetapkan Asma` was Shifat yang Allah dan rasulNya tetapkan tanpa tamtsil, takyif, tahrif dan Ta'ala’thil. 
  1. Menghidupkan kewajiban jihad di jalan Allah dan memberantas bid’ah-bid’ah serta khurafat-khurafat yang disusupkan ke dalam agama Islam padahal ia bukan darinya. 
  1. Menutup segala sarana kepada kesyirikan seperti mendirikan bangunan di atas kubur, memberinya penerangan dan kiswah, menziarahi kubur-kubur yang dianggap keramat dan sepertinya. 
  1. Membendung gerak langkah dan pemikiran-pemikiran dari kelompok-kelompok yang menyimpang dari jalan lurus, aliran-aliran bid’ah dan tasawuf yang menyusupkan ajaran-ajaran yang bukan dari Islam ke dalam Islam atau membelokkan kebenaran ke arah yang sejalan dengan hawa nafsu mereka. 
  1. Memerangi thaghut, yaitu sesuatu yang disembah atau diikuti atau ditaati secara berlebih-lebihan sampai melampaui batas. Dedengkot thaghut adalah lima: Iblis yang terkutuk, orang yang disembah selain Allah dan dia rela, orang yang menyeru manusia untuk menyembah hawa nafsu, orang yang mengaku mengetahui ilmu ghaib dan orang yang menetapkan hukum dengan selain yang diturunkan oleh Allah. Seseorang tidak beriman sehingga dia kafir kepada thaghut. 
  1. Meninggalkan dalil yang jelas dengan berdalil kepada lafazh yang musykil dan mutasyabih adalah salah satu metode para pengikut hawa nafsu, orang-orang yang di dalam hatinya terdapat penyakit seperti Jahmiyah, Rafidhah, Khawarij dan lain-lain yang harus dihindari karena ia menyeret kepada kesesatan. 
Adapun orang-orang yang hatinya cenderung kepada kesesatan maka mereka mengikuti sebagian yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan mencari-cari takwilnya.” (Ali Imran: 7). 
  1. Segala sesuatu yang didiamkan oleh peletak syariat dimaafkan, tidak halal bagi siapa pun untuk mengharamkannya atau mewajibkannya atau menganjurkannya atau memakruhkannya. Yang halal adalah apa yang dihalalkan oleh peletak syariat dan yang haram adalah apa yang diharamkan oleh peletak syariat. Dan Nabi shallallohu 'alaihi wasallam telah menjelaskan bahwa yang halal itu jelas dan yang haram juga jelas, di antara keduanya adalah perkara yang mutasyabihat. 
  1. Syirik adalah dosa nomor wahid yang harus ditakuti dan ia terbagi mejadi syirik akbar yang meliputi syirik ibadah, tujuan, ketaatan dan kecintaan. Syirik ashghar yaitu riya` dan yang sepertinya dan syirik khafi atau samar. 
  1. Ulama dakwah ini mengetahui perkara-perkara zaman dan memahami hal-hal yang terjadi di masanya. Syaikh Ibnu Abdul Wahhab sendiri begitu perhatian dalam perkara tauhid ibadah dan lawannya, hal itu karena tauhid ibadah adalah kewajiban pertama atas mukallaf di samping penyimpangan yang mewabah pada zaman Syaikh terjadi di bidang ini. 
Namun ketika dakwah ini mulai menyebar ke luar dan menghadapi perkara-perkara baru yang sedang mewabah, maka ulama dakwah ini bisa menyikapinya dengan baik dengan menimbangnya dengan al-Qur`an dan sunnah Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam ala pemahaman salaf umat, ketika tahrif dan ta’thil di bidang Asma` was Shifat, misalnya, sedang mewabah maka ulama dakwah ini membahasnya dengan lengkap sesuai dengan dalil yang shahih, hal ini terlihat dari tulisan-tulisan Syaikh Abdurrahman bin Hasan dan putranya Abdul Lathif. 
Demikian pula ketika hukum thaghut melalui impor terhadap hukum-hukum barat memayungi negeri-negeri kaum muslimin, para ulama dakwah ini mempunyai reaksi cepat dan tepat dalam menyikapinya dengan menjelaskan hukum Allah padanya, hal ini bisa terbaca dari fatwa-fatwa dan tulisan-tulisan Syaikh Muhammad bin Ibrahim. 
  1. Memberi perhatian dalam perkara pengajaran kepada orang-orang umum dan mengangkat pemahanan agama mereka serta membuka pemikiran orang-orang terpelajar agar mencari dalil dan menelaahnya dengan cermat, memilah berdasarkan dalil apa yang tertulis dalam buku-buku rujukan sebelum menerima suatu pemikiran alih-alih menerapkannya. 
Akar Pemikiran dan Keyakinan 
Dakwah ini adalah kelanjutan dari akidah dan pemahaman agama salaf umat, orang-orang di abad terbaik, dakwah yang menyeru kepada ittiba’ al-Qur`an dan sunnah selaras dengan pemahaman salaf shalih. 
Dakwah ini berawal dari Nejed, selanjutnya menyebar ke wilayah sekitarnya dan mencapai masa keemasan bersama pemerintah Kerajaan Saudi Arabiah di dua tanah suci Makkah tahun 1219 H dan Madinah tahun 1220 H. 
Pemikiran-pemikiran dakwah ini menyebar pula kepada kaum muslimin di negeri-negeri muslim dan dakwah ini turut memberi pengaruh yang signifikan terhadap gerakan-gerakan perbaikan di dunia Islam di masa itu baik secara langsung maupun tidak langsung. 
Dakwah ini tidak selamat dari kebencian para pembenci dan kedengkian para pendengki, mereka melemparkan cap-cap negatif tetapi palsu dan gelar-gelar menakutkan tetapi dusta manakala mereka merasa bahwa dakwah ini mengancam kelangsungan pemikiran mereka, hal ini dilakukan oleh para pengusung bid’ah dan para pendukung aliran-aliran kesesatan. Hal semacam ini lumrah dalam lahan permusuhan antara kebenaran dengan kebatilan, sekalipun akhirnya kebenaranlah yang akan menang dan menghapus kebatilan. 
Sebagian pengikut dakwah ini dikritik, di antaranya sebagai contoh, sikap keras dalam mengingkari kemungkaran dan hanya mementingkan perkra-perkara bid’ah dan syirik dengan melalaikan sisi-sisi Islam yang lainnya. 
Kritik ini disikapi dengan bijak oleh sebagian pengikut lainnya, pada mereka mulai terlihat perhatian yang sangat kentara terhadap masalah-masalah Islam lainnya secara menyeluruh dalam aktifitas-aktifitas dakwah mereka, tidak sedikit dari mereka mulai memegang kendali kegiatan-kegiatan sosial dan dakwah di berbagai negeri kaum muslimin. 
Alhasil, bahwa dakwah Syaikh Ibnu Abdul Wahhab adalah seruan yang mengajak kaum muslimin untuk kembali kepada akidah tauhid yang bersih, berpegang kepada petunjuk salaf shalih. Dakwah ini bepijak kepada al-Qur`an dan sunnah, manhaj Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam memahami dalil dan kembali kepadanya, menyeru dibukanya pintu ijtihad dengan syarat dan ketentuannya, menyeru kepada pemurnian tauhid dari noda-noda syirik yang mengotorinya dan menutup segala jalannya. 
Inilah satu-satu dakwah dan gerakan perbaikan di zaman modern ini yang mampu menegakkan sebuah negara yang berhukum kepada Islam. 

Darial-Mausu’ah al-Muyassarah, isyraf Dr. Mani’ al-Juhani.